Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE)

Oleh: Hotdiana Nababan, M.Pd*

Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional.

        Pembelajaran sosial emosional ini sedang digalakkan dalam pembelajaran di sekolah karena dianggap penting untuk menyeimbangkan kemampuan akademik dan sosial emosional siswa. PSE ini sendiri hadir dilatarbelakangi oleh filosofi pendidikan Kihajar Dewantara, Permen Kemdikbud  No.20 Tahun 2018 serta realita pendidikan Indonesia saat ini.

     Bapak Ki Hajar Dewantara mengemukakan pembelajaran holistik dalam filosofi budi pekerti (diambil dari Presentasi “Filsafat Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Ki Hajar Dewantara, Syahril, 2020):“Pendidikan Budi Pekerti berarti pembelajaran tentang batin dan lahir. Pembelajaran batin bersumber pada “Tri Sakti”, yaitu: cipta (pikiran), rasa, dan karsa (kemauan), sedangkan pembelajaran lahir yang akan menghasilkan tenaga/perbuatan.  Pembelajaran budi pekerti adalah pembelajaran jiwa manusia secara holistik. Hasil dari pembelajaran budi pekerti adalah bersatunya budi (gerak pikiran, perasaan, kemauan) sehingga menimbulkan tenaga (pekerti). Kebersihan budi adalah bersatunya cipta, rasa, dan karsa yang terwujud dalam tajamnya pikiran, halusnya rasa, kuatnya kemauan yang membawa pada kebijaksanaan.”

Menurut Ki Hajar Dewantara, pengajaran budi pekerti tidak lain adalah menyokong perkembangan hidup anak-anak lahir dan batin, dari sifat kodrati menuju arah peradaban dalam sifatnya yang umum. Pengajaran ini berlangsung sejak anak-anak hingga dewasa dengan memperhatikan tingkatan perkembangan jiwa mereka

Pemerintah juga menyadari pentingnya peran sekolah dalam mengembangkan pendidikan yang dapat mendorong harmonisasi aspek kognitif, sosial dan emosional murid dengan mengeluarkan Permen Kemendikbud No. 20 tahun 2018. Permen tersebut mengatur tentang Pendidikan Penguatan Karakter pada Satuan Pendidikan Formal. 

Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) adalah gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM).  PPK berorientasi pada berkembangnya potensi peserta didik secara menyeluruh dan terpadu, keteladanan dalam penerapan pendidikan karakter pada masing-masing lingkungan pendidikan; dan berlangsung melalui pembiasaan dan sepanjang waktu dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran Sosial dan Emosional yang ditujukan untuk jenjang pendidikan usia dini hingga menengah ini dikembangkan pada tahun 1994 oleh sekelompok pendidik, peneliti, dan pendamping anak (salah satunya adalah Psikolog Daniel Goleman, pencetus teori Kecerdasan Emosi).  Kerangka Pembelajaran Sosial dan Emosional berbasis penelitian ini bertujuan untuk mendorong perkembangan anak secara positif dengan program yang terkoordinasi secara lebih baik antara berbagai pihak dalam komunitas sekolah.

Realita pendidikan kita juga mulai dari masalah sosial anak muda dengan pembelajaran yang menumpuk dan berorientasi hanya kepada ujian atau nilai. Cabut, genk motor hingga kepada penggunaan obat-obat terlarang. Belum lagi hasil pendidikan tiadanya kedisiplinan untuk antri, membuang sampah di sungai, tertib berlalu lintas dan segudang permasalahan lagi dalam pembelajaran di sekolah.

Untuk menghadapi berbagai situasi dan tantangan yang kompleks ini, baik pendidik maupun murid membutuhkan berbagai bekal pengetahuan, sikap dan keterampilan agar dapat mengelola kehidupan personal maupun sosialnya.  Pembelajaran di sekolah harus dapat mendorong tumbuh kembang murid secara holistik, baik aspek kognitif, fisik,  sosial dan emosional.

Diharapkan, Pembelajaran Sosial Emosional (PSE)  dapat membantu pemahaman dan penerapan guru dan siswa dalam mengelola aspek sosial dan emosional diri sendiri sekaligus dapat menerapkannya pembelajaran sosial dan emosional pada murid secara lebih sistematik dan komprehensif.

Pembelajaran sosial dan emosional bertujuan:

  1. memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi (kesadaran diri),
  2. menetapkan dan mencapai tujuan positif (pengelolaan diri),
  3. merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial).
  4. membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan membangun relasi),
  5. membuat keputusan yang bertanggung jawab.  (pengambilan keputusan yang bertanggung jawab)

Implementasi Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE)  dapat dilakukan dengan empat cara:

  1. Mengajarkan Kompetensi Sosial Emosional (KSE)  secara spesifik dan eksplisit
  2. Mengintegrasikan Kompetensi Sosial Emosional (KSE) ke dalam praktik mengajar guru dan gaya interaksi dengan murid
  3. Mengubah kebijakan dan ekspektasi sekolah terhadap murid
  4. Mempengaruhi pola pikir murid tentang persepsi diri, orang lain dan lingkungan.

Berikut adalah contoh-contoh pelaksanaan PSE yang terintegrasi dalam pembelajaran

1.  Kesadaran Diri 

a.Menulis cita-cita atau resolusi : mengajak siswa untuk mengenal diri, apa yang dia inginkan, apa yang ingin diraih

b. Pagi berbagi : mnegajak siswa untuk menceritakan apa yang membuat senang atau sedih pagi itu, hal ini mengajak siswa untuk mengenali dan menyadari emosi yang dialaminya

2. Pengelolaan Diri

a. Tehnik stop atau mindfulness: Siswa diminta duduk tenang, kaki memijak lantai, mata dipejam dan selanjutnya diputarkan music tenang untuk Kembali menyegarkan semangat mereka untuk belajar.

b. Menyusun resolusi : dari cita-cita/resolusi yang ingin diraih, kita meminta siswa bagaimana cara ia dapat meraih resolusi tersebut. Cara yang akan diambilnya harus bisa dilaksanakan.

3. Kesadaran sosial

a. Membuat challenge atau tantangan supaya mereka peduli dengan sekitarnya

b. Apa yang kamu lihat, kamu rasakan dan kamu pikirkan : menayangkan foto sekolah yang kotor atau video tentang anak yang tidak bersekolah. Kemudian kita meminta mereka bercerita apa yang dilihat, dirasakan dan dipikirkan.

4.  Membangun Relasi

a. Kerja Kelompok

b. Pengaturan tempat duduk

5. Mengambil keputusan yang bertanggung jawab :

a. kesepakatan kelas

b. refleksi


*Penulis adalah Guru Bahasa Indonesia SMK Negeri 2 Rantau Utara, Kab. Labuhan Batu, Provinsi Sumatera Utara (Alumni Program Magister Administrasi Kependidikan Konsentrasi Kepengawasan, UNIMED)

Related Posts