Oleh: Muhammad Jailani*
Perkembangan tehnologi yang sedemikian pesat pada era sekarang seharusnya memberikan imbas positif bagi mahasiswa. Namun kenyataan yang dijumpai menunjukkan kecanggihan tehnologi hanya sebatas pada sarana hiburan. Seperti meluasnya permainan game online oleh masyarakat pada umumnya dan khususnya mahasiswa atau generasi milenial belakangan ini. Tidak sulit sekarang menjumpai mahasiswa dan generasi muda lainya bermain game online di segala tempat. Warung kopi dan caffée yang ada dihiasi oleh kelompok-kelompok yang asik bermain game online berjam-jam lamanya. Kecanduan bermain game online ini berdampak pada kwalitas hidup dan perkembangan minat literasi mahasiswa.
Rendahnya minat dan daya baca mahasiswa Indonesia dibandingkan negara-negara lain memberikan dampak yang siknifikan terhadap kemajuan bangsa dalam bersaing secara global di era revolusi industry 4.0 dan sociaty 5.0 sekarang. Statista.com merilis dari populasi masyarakat Indonesia yang memiliki smartphone hanya menggunakannya untuk membaca buku maupun majalah digital sebesar 3%. Maka tidak salah data yang dirilis UNESCO bahwa Indonesia berada di urutan 60 dari 61 negara berada pada peringkat dengan tingkat literasi rendah, hasil ini menunjukkan persentase minat baca masyarakat Indonesia sangat rendah, yaitu hanya sebesar 0.01% atau 1 berbanding 10.000.
Padahal untuk menjawab tantangan yang semakin ketat pada era sekarang mahasiswa dituntut dengan penguasaan 6 kemampuan literasi (literasi baca dan tulis, literasi menghitung, literasi tehnologi, literasi keuangan, literasi digital, literasi budaya dan kewarganegaraan). Untuk menanggulangi rendahnya minat literasi mahasiwa ditengah gempuran game online yang sangat serius ini diperlukan langkah-lagkah yang cepat dan terukur guna menjaga generasi Indonesia dalam menghadapi persaingan global yang semakin tidak terbendung.
Menjawab hal tersebut semua pihak harus turut serta dan lintas sektoral yaitu pemerintah dengan melibatkan lembaga swasta, organisasi sosial masyarakat, keagamaan, kepemudaan, profesi, satuan pendidikan anak usia dini, satuan pendidikan nonformal, taman bacaan masyarakat, dan forum-forum yang menjadi mitra pemerintah. Usaha pemerintah dan dinamika perubahan gaya hidup generasi muda sekarang yang menghabiskan dan melakukan kegiatan di warung kopi dengan rentang waktu 2 sampai 5 jam setiap hari perlu diberikan peluang untuk melakukan sosialisasi literasi, untuk mengajak mereka menyisihkan waktu minimal 30 menit untuk membaca buku, dari pada hanya menghabiskan waktu bermain game dengan gadget mereka.
Dari perubahan gaya hidup generasimuda ini pemerintah daerah dan pengusaha yang bergerak dalam layanan publik tentu juga harus ikut serta dalam usaha meningkatkan denyut literasi generasi milenial sebagai generasi penerus dan penopang keberlanjutan bangsa kedepan, perlu ditumbuhkan kepekaan dan kesadaran diri mereka terhadap pendidikan yang modern, berkualitas dan berkelanjutan. Sehingga berbagai potensi yang terbengkalai bisa didaya gunakan demi pembangunan negara secara maksimal. Dalam hal ini diperlukan kemudahan mengakses buku baik itu buku fisik maupun buku digital. Penyedian bahan literasi tidak harus terpaku didapat dari bangku sekolah, tetapi seharusnya dapat di dapatkan di area puplik. Beberapa warung kopi yang ada di Langsa seharusnya menyediakan bahan bacaan di setiap meja yang ada tentu dengan bantuan pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat. Dengan usaha-usaha sederhana ini diharapkan akan memberikan dapak terhadap kemampuan literasi mahasiswa khususnya yang ada di kota Langsa.
*Penulis adalah Mahasiswa IAIN Zawiyah Cot Kala Langsa